Never Know What Will Happen

Senin, 10 Juni 20130 komentar




               Di sini di tempat ini, aku berdiri melihat ke  arah luar yang dipenuhi dengan rintikan hujan. Terlihat gunung yang dikabuti dengan awan dan gemericik hujan yang mengundang masa laluku. Aku tidak bermaksud untuk mengingatnya, aku juga tidak bermaksud untuk melupakannya. Aku tidak ingin membohongi hatiku ini, walaupun ini sangat sakit. Ku goreskan gambar di kaca yang berembun, gambar laki-laki dan perempuan yang sedang bergandengan tangan. Entah apa yang aku pikirkan saat ini, aku sangat membencinya, tapi aku menyayanginya. Andai saja waktu dapat ku ulang, andai saja laci doraemon ada di dunia ini. Aku ingin mengulangnya,memperbaikinya, menghentikannya, agar semua tidak menjadi sakit yang berbekas.
                Gunung itu yang sedang dihalangi awan. Dia mengajakku ke arah gunung itu. Pagi-pagi sekali dia menyuruhku untuk masak untuk bekal di jalan. Dan permintaan anehnya menyuruhku jadi cewek yang cantik untuk hari ini. Dengan gayaku yang tidak berlebihan, aku siap dijemputnya. Dan pukul delapan sangat dingin, sudah ku bayangkan sebelumnya bila ke sana bagaimana dinginnya pagi. Tapi dia memaksaku untuk menyusulnya ke depan komplekku. Dia terlihat manis, dengan jaket hitam dan celana jeans yang serasi. Tersenyum manis dan menyurhku cepat naik ke boncengan motornya. Dia membuka helmed nya, dan kenakan sarung tangan putih. Aku di belakangnya menatap punggungnya, dan ban pun melaju dengan cepat. Melaewati gang-gang, melewati perkampungan, tanjakan dan turunan. Tangan kirinya melepas kemudi motor dan meraih tanganku di belakang supaya tetap memegangnya.
                Satu titik perjalanan, gunung itu sangat indah terlihat sangat dekat, terlihat menyapa, melambaikan tangannya menyambut aku dan dia. Dia berhenti dan meminggirkan motornya, standar motor dikerahkan. Dan dia turun dari motor, membiarkanku tetap duduk di jok motor. Dia merenggangkan bahu dan badannya. “pegal sekali, dingin ya? Lihat di bawah sana. rumahku dimana ya, sepertinya tidak terlihat lagi, itu rumahmu, itu tempat kita ketemu tadi ! “ gembira raut mukanya sambil menunjuk-nunjuk kea rah bawah, yang memang terlihat sangat indah. Sebelunya dia pernah ke sini, malam hari terlihat lebih indah katanya, karena lampu menerangi kota. Aku melihatnya mengenakan gelang abu-abu. “hei, cowok masa pake gelang, kamu banci ya?” gelak tawaku dengannya memecah. “ye, ini tuh dari fansku, tadinya disini ada bunga nya, tapi sama aku dilepas, yasudah aku pakai saja”, membuka gelangnya dan menunjukannya padaku. “coba sini aku lihat, jelek ih. Masa cowok pake gelang, gak pantes tau! Jelek wleee” Sindirku sambil menertawakannya. “Sinikan tanganmu, nih buat kamu” dia menarik tanganku dan mengenakan gelang abu-abu itu padaku, aku kaget sekali saat dia menarik tanganku. “loh katanya itu dari fansmu?” “bukan itu Cuma candaan, pake yaaa, buat kamu, yuk lanjut lagi jalannya”. Dia merangkulku, dan aku menjauh terdiam dan dia cuek saja sambil menegakkan mtornya lagi. Lalu jalan menuju gunung itu, kita sudah di kaki gunung katanya, gelak tawa saat di jalan, dia selalu membuaku tertawa terbahak-bahak dan memukuli punggungnya. Dia mencuri-curi kesempatan untuk memegang tanganku dan rem mendadak agar aku memeluknya. Aku benci, aku memukulinya, mencubitnya karena gemas. Belokan demi belokan  menutupi gunung yang tadi sangat terlihat. Kemaa gunung tadi kataku, mungkin dia pergi capek melihat kita berdua.
             Akhirnya kita berhenti di lapangan kosong, di bawah pohon, dan jika lihat ke bawah terlihat kolam renang, terlihat perosotan yang sangat tinggi. Sayangnya kita tidak berniat untuk berenang. Dia tidak tahu jalan lagi. Seling waktu aku mengelukarkan kamera dan memaksanya untuk aku foto, aku pegang pipiya. Dia terlihat seperti anak kecil di foto. Dan kita berfoto berdua, dengan latar pohon-pohon dan langit biru. Tiba-tiba gerombolan kelompok motor lewat, seperti kawanan rusa yang bergemuruh lari. Dia mengajakku untuk mengikutinya, tapi hanya sebentar kawanan orag tadi hilang di kejauhan, dan kita berhaenti lagi, di jembatan. Melihat aliran sungai yang sangat deras. Dia memberi aku tantangan untuk loncat dari jembatan. Tap ku abaikan, candaan-candaan mengalihkan semua. Kita melanjutkan perjalanan lagi, entah kemana kita ini.
            Jalannya lurus saja, tidak ada tanda-tanda. Tidak tahu ini dimana, tidak tahu mau kemana. Aku tak perduli karena aku tak sendiri. Tapi jalan pun bercabang. Motornya berhenti sebenar dan terlihat petunjuk arah jalan ke kiri adalah menuju air terjun. Dan akhirnya kita memutuskan untuk melanjutkan perjalanan dengan tujuan ke air terjun. Jalan berbatu, udara yang dingin, sepertinya tidak terasa, karena gelak tawa selalu muncul di jalan. Lalu kita memasuki pigura selamat datang di kwasan wisata. Wah, ternyata kawasan wisata, banyak pengunjung yang datang, otomatis kita mengeluarkan uang untuk membayar tiket masuk. Kita lanjutkan perjalanan sampai ke pojok hutan dan menarik rem untuk berhenti. Pohon-pohon menjulang tinggi, udara yang belum terkontaminasi kendaraan. Wilayah itu sangat asri, dan kita berfoto ria lagi, lalu aku mengeluarkan bekal masakanku, dia makan masakanku. Enak katanya, senang aku melihatnya, sambil dia menyuapi ku juga agar aku juga ikut makan. Habis, dan lumayan enak. Lanjutkan lagi perjalanan kita.
           Kamera ku masih di tangan, aku mencoba video, dan aku merekam perjalanan kita dengan merekam mukanya dan mukaku. Hanya sebentar, hanya mencoba. Kita sampai, kita berada di kawasan air terjun. Akhirnya tujuan kita, tidak sia-sia. Tampak dikejauhan tangga menuruni jurang yang telah disiapkan untuk para pengunjung kita jajaki satu-satu sambil menikmati pemandangan. Berfoto ria di sudut-sudut, dengan latar yang indah. Menuruni tangga bersama berpegangan tangan dan tertawa melihat monyet-monyet liar yang iri melihat kita. Tidak terasa lelah, aku senang karena sekarang di depanku air terjun, air yang menciprati kita di depan mata. Segar sekali, tetap tidak lupa untuk berfoto, dingin sekali, dia memegang tanganku, menjagaku agar tidak terjatuh saat mencoba menaiki batu-batu di tampungan air yang indah itu. Berpindah-pindah tempat dan menikmati indahnya hari bersamanya.
            Waktu siang tidak terasa, ini waktunya pulang dan mengulang melewati tangga yang kita jajaki tadi. Tapi ini sangat menyenangkan. Kita berlari untuk mencapai puncak bersama. Dengan canda tawa yang mewarnai. Hari itu sangat indah. Kita pulang dengan gembira dan pelukku dari belakang saat diboncengnya tidak ragu lagi. Kita pulang dengan muka sumringah. Dan aku sangat menyayanginya.
**
Share this article :
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2012. RAN EXPRESSION - All Rights Reserved

Proudly powered by Blogger